COVID-19, Sama atau Beda dengan Influenza?

Ada sedikit persamaan, lebih banyak beda.

Jangan sekali-kali meremehkan masalah. Tapi, tolong jangan disingkat Jas Merah, karena istilah ini sudah digunakan untuk salah satu pidato Presiden Sukarno: jangan sekali-kali melupakah sejarah (1966).

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan virus korona, Achmad Yurianto, saat memberi keterangan kepada wartawan, Kamis (5/3), sudah benar menyebut pengalaman masa lalu ketika menangani influenza. “Bila ada anggota keluarga terkena influenza, tidur dipisah.”

Ya, gejala COVID-19 mirip dengan influenza. Tapi, Achmad Yurianto mestinya tak perlu menyebutkan, “COVID-19 itu juga influenza.”

Sebab, keduanya berbeda.

Jenis virusnya berbeda. Memang kedua virus sama-sama menyebabkan penyakit pernapasan, namun ada perbedaan penting, terutama bagaimana mereka menyebar. Langkah-langkah kesehatan masyarakat yang perlu diambil untuk menghadapi masing-masing virus, dengan sendirinya, berbeda.

Apa persamaannya?

  • Gejala
  • Ditularkan dalam jarak dekat

Gejala COVID-19 dan virus influenza sama menyebabkan penyakit pernapasan yang bervariasi, mulai dari asimtomatik (tanpa gejala) atau gejala ringan, hingga yang terparah: kematian.

Kedua virus ditularkan melalui kontak jarak dekat, percikan ludah, dan fomit/benda tercemar (benda mati yang mempunyai peran dalam penularan penyakit semisal gagang pintu, tombol lift, handuk, uang, dll–red).

Maka, pada persamaan ini, langkah-langkah kesehatan masyarakat sama. Kita harus melakukan prosedur kebersihan tangan dan etiket saat batuk dan menghembuskan nafas berat. Buang batuk ke dalam siku atau tisu dan segera membuang tisunya setelah dipakai.

Apa bedanya?

  • Gejala

Meskipun berbagai gejala pada kedua virus ini serupa, kelompok dengan tanda-tanda penyakit parah menunjukkan adanya perbedaan. Data hingga 10 Maret menunjukkan 80% penularan COVID-19 terjadi dengan infeksi ringan atau tanpa gejala, 15% infeksi parah dan membutuhkan oksigen, 5% lainnya infeksi kritis dan membutuhkan ventilasi.

Kelompok dengan infeksi parah dan kritis ini dapat lebih tinggi daripada yang diamati terjadi pada infeksi influenza.

  • Kecepatan penularan:

Influenza memiliki masa inkubasi rata-rata yang lebih singkat (jeda waktu sejak terinfeksi sampai munculnya gejala) dan interval serial yang juga lebih singkat (jeda waktu antara kasus-kasus yang berurutan) dibandingkan virus yang menyebabkan COVID-19.

Interval serial untuk virus yang menyebabkan COVID-19 diperkirakan 5-6 hari, sedangkan untuk virus influenza 3 hari. Ini artinya, influenza dapat menyebar lebih cepat daripada COVID-19.

Penularan dalam 3-5 hari pertama penyakit, atau kemungkinan penularan pra-gejala –penularan sebelum timbulnya gejala—merupakan faktor utama penularan influenza. Sebaliknya, meski kita melihat ada orang-orang yang dapat menularkan COVID-19 dalam waktu 24-48 jam sebelum timbulnya gejala, tampaknya bukan faktor utama penularan. Setidaknya hingga saat ini.

  • Angka reproduksi

Jumlah penularan sekunder dari satu orang individu yang terinfeksi—diketahui antara 2 sampai 2,5 untuk virus COVID-19, lebih tinggi daripada influenza. Namun, perkiraan untuk COVID-19 dan virus influenza ini sangat kontekstual dan tergantung pada waktu yang spesifik. Hal ini membuatnya lebih sulit untuk dibandingkan secara langsung.

  • Penularan oleh anak-anak

Anak-anak adalah faktor penting dalam penularan virus influenza di masyarakat. Sedangkan untuk virus yang menyebabkan COVID-19, data awal menunjukkan bahwa anak-anak kurang terpengaruh dibandingkan orang dewasa, dan tingkat serangan klinis pada kelompok usia 0-19 rendah. Data awal lebih lanjut dari studi penularan pada rumah tangga di Cina menunjukkan bahwa anak-anak terinfeksi dari orang dewasa, bukan sebaliknya.

  • Penularan oleh selain anak-anak

Golongan terbesar yang berisiko terkena infeksi influenza parah adalah anak-anak, wanita hamil, lansia, orang dengan kondisi medis bawaan yang kronis, dan orang yang mengalami imunosupresi (penurunan kekebalan tubuh).

Sedangkan untuk COVID-19, sejauh yang diketahui saat ini, usia tua dan kondisi bawaan tertentu meningkatkan risiko infeksi parah.

  • Kematian

Tingkat kematian akibat COVID-19 tampaknya lebih tinggi daripada influenza, khususnya influenza musiman. Angka pasti kematian akibat COVID-19 masih butuh waktu untuk dapat diketahui, namun data yang ada sejauh ini mengindikasikan bahwa rasio kematian kasar (jumlah kematian yang dilaporkan dibagi dengan kasus yang dilaporkan) berkisar antara 3–4%, dan tingkat kematian akibat infeksi (jumlah kematian yang dilaporkan dibagi dengan jumlah kasus infeksi) akan lebih rendah. Sedangkan untuk influenza musiman, tingkat kematian biasanya jauh di bawah 0,1%.

Namun perlu dicatat, kematian sebagian besar juga ditentukan oleh akses dan kualitas pelayanan kesehatan.

Intervensi medis

Ada yang perlu digarisbawahi pula dalam soal sama-beda antara influenza dan COVID-19, yakni tindakan medis. Meski ada sejumlah terapi yang sedang diuji klinis dan lebih dari 20 vaksin sedang dikembangkan untuk COVID-19, saat ini tidak ada terapi atau vaksin yang berlisensi untuk COVID-19.

Sebaliknya, antivirus dan vaksin telah tersedia untuk influenza.

Para ahli menganjurkan, meski vaksin influenza tidak efektif melawan COVID-19, vaksinasi setiap tahun demi mencegah infeksi influenza sangat penting dilakukan.

Sumber: Relief Central

© 2021 SPEKTATOR, segala hak dilindungi Undang-undang.