Pada 8 Juni lalu, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas (KND). Organisasi-organisasi penyandang disabilitas terkejut. Bukan apa-apa, sepanjang mereka tahu rancangan Perpres sudah dijanjikan dikaji ulang.
Janji itu disampaikan Februari lalu, dalam pertemuan antara Koalisi Nasional Kelompok Kerja Implementasi Undang-Undang Penyandang Disabilitas (Koalisi Pokja) dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo. Menteri ini menjadi insiator perancangan Perpres.
Sebelumnya, di ujung tahun 2019, Staf Khusus Presiden untuk isu disabilitas dan Koalisi Pokja mengadakan pertemuan membahas Perpres KND. Dalam pertemuan itu, Koalisi Pokja sudah berkebaratan dengan isi peraturannya.
Meski sejak awal bagian dari isi Perpres ini sudah ditolak, pemerintah tetap meluluskan Perpres ini dari tahap harmonisasi sampai finalisasi. Keberatan Koalisi Pokja tak dihirau.
Maka, 23 Juni 2020, organisasi penyandang disabilitas di seluruh Indonesia, mengeluarkan petisi terkait disahkannya Perpres KND tersebut. Yang paling dikentarai oleh Koalisi Pokja, juga seluruh organisasi-organisasi penyandang disabilitas: KND, dalam melaksanakan tugasnya “dibantu” – bahasa dalam Perpres – oleh Sekretariat KND, satu unit kerja dalam Kementrian Sosial (Kemensos).
Bantuan yang dimaksudkan berupa dukungan teknis dan administratif. Dengan begitu, program kerja KND adalah program kerja Sekretariat KND. Dalam pelaksanaannya sudah bisa ditebak, segala prosedur birokrasi njlimet bakal hadir. Selain itu, KND lebih fokus dengan urusan-urusan Kementerian Sosial yang meliputi: rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin.
Fungsi Komisi Nasional
Jika merujuk kepada hasil CRPD (Convention On The Right of Person with Disabilities atau konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2006, dan Indonesia ikut meneken kesepakatan itu setahun setelahnya, justru lebih menekan ke persoalan hak asasi bagi penyandang disabilitas.
Undang-undang tentang Penyandang Disabilitas, pasal 3, juga menyebutkan: mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara penuh dan setara. Dari keduanya, sudah jelas, yang harus dijaminkan oleh negara bukan semata-mata jaminan sosial.
Kalau dibayangkan, KND nantinya melakukan fungsi pengawasan cuma pada rehabilitasi sosial penyandang disabilitas, jaminan sosial penyandang disabilitas, pemberdayaan sosial penyandang disabilitas, perlindungan sosial penyandang disabilitas, dan penanganan fakir miskin penyandang disabilitas.
“Pemerintah keliru menafsirkan bahwa KND ini adalah bagian dari tugas koordinasi yang diemban oleh Kementerian Sosial,” tulis organisasi penyandang disabilitas di seluruh Indonesia dalam petisi.
Dalam konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas, ada banyak aspek yang menjadi perhatian, antara lain, misalnya memajukan keseteraan dan menghapus diskriminasi; aksesibilitas gedung dan jalan; informasi, teknologi dan seterusnya; akses terhadap keadillan dan bebas dari ekploitasi, pelecehan, dan seterusnya; perlindungan negara dalam situasi darurat; serta keterlibatan dalam masyarakat.
Dalam rangka pemenuhan dan perlindungan itulah, KND dicantumkan dalam Undang-Undang tentang Penyandang Disabilitas di Bab VI. KND dibentuk untuk melaksanaan tugas pemantuan dan evaluasi sebagaimana pemenuhan hak-hak asasi bagi penyandang disabilitas, yang sebagian kecil disebutkan di atas, oleh pemerintah.
Pasal 3 di Perpres tentang KND juga sudah jelas menyebutkan bahwa komisi ini di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Tapi karena “dibantu” Sekretariat KND Kemensos, rasa-rasanya jadi kontradiktif. Mau tidak mau, tanggung jawab KND harus melalui Kemensos lebih dulu. Jadi, kalau KND sebagai pelaksana pengawasan, Sekretariat KND ngapain? Mengawasi kinerja pengawas? Atau mengawasi anggarannya sendiri? Nah loh, njilemet kan?
Komposisi Komisi Nasional
Hal lain yang menjadi sorotan bagi organisasi-organisasi penyandang disabilitas dalam Perpes ini adalah kuota anggota KND dari penyandang disabilitas dibatasi hanya empat orang, berasal dari masing-masing unsur disabilitas. Tugas anggota yang lain dari nondisabilitas. Itu dikhawatirkan akan mempersempit partisipasi penyandang disabilitas dan jauh dari kesepakatan CRPD yang menguatamakan keterlibatan penyandang disabilitas dan organisasi yang mewakili mereka untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses pengawasan.
Dalam panitia seleksi anggota KND pun, organisasi penyandang disabilitas tidak diikutsertakan. Lalu untuk apa CRPD diteken dan UU Penyandang Disabilitas diterapkan? Dari itu saja sudah jelas, kalau pemerintah atau dalam hal ini Presiden – karena ini peraturannya –belum memahami hak asasi manusia penyandang disabilitas dan terkesan masih diskriminatif.
Dalam petisi itu disebutkan, “pemerintah belum sepenuhnya memahami disabilitas sebagai bagian dari isu Hak Asasi Manusia.”
Karena itu, organisasi-organisasi penyandang disabilitas merasa Perpes ini belum memenuhi rasa keadilan. Apalagi organisasi-organisasi penyandang disabilitas baru mendapatkan informasi pengesahan Perpres ini, sebelas hari setelah disahkan. Mereka merasa pemerintah tidak transparan dan tidak partisipatif. Tidak memahami kalau persoalan penyandang disabilitas, jalan keluarnya juga ada pada mereka.
Isi petisi
Ratusan organisasi penyandang disabilitas yang ikut menandatangani petisi tersebut mengajukan delapan tuntutan. Tanpa menghilangkan makna dan katanya, berikut tuntutan mereka secara lengkap:
- Menjadikan Komisi Nasional Disabilitas sebagai lembaga yang berbasis pada Hak Asasi Manusia sesuai dengan mandat UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dengan tidak melekatkan sekretariat KND kepada Kementerian Sosial, tetapi melekatkannya kepada Kementerian atau Lembaga yang melaksanakan urusan di bidang Hak Asasi Manusia, di antaranya Kementerian Hukum dan HAM atau Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
- Memperluas tingkat partisipasi dan representasi penyandang disabilitas sebagai anggota KND dengan menambah jumlah anggota KND dari penyandang disabilitas sekurang-kurangnya 5 orang.
- Menambahkan ketentuan yang menyebutkan secara eksplisit bahwa ketua dan wakil ketua KND adalah penyandang disabilitas.
- Menambahkan pelibatan organisasi penyandang disabilitas dalam proses pemilihan panitia seleksi pemilihan anggota KND.
- Menambahkan pelibatan organisasi penyandang disabilitas dalam proses pengusulan ketua, wakil ketua, dan anggota KND untuk pertama kalinya.
- Menambahkan pelibatan organisasi penyandang disabilitas dalam proses pembentukan Peraturan Menteri tentang organisasi dan tata kerja Sekretariat KND.
- Menambahkan ketentuan bahwa rekomendasi KND wajib dijalankan oleh Kementerian/Lembaga yang menjadi sasaran rekomendasi tersebut.
- Memastikan proses pemilihan anggota Komisi Nasional Disabilitas dilakukan secara terbuka dengan mengedepankan akuntabilitas dan indepensi dari panitia seleksi.