Gelombang Kedua Covid-19, Gelombang Mudik, dan Varian Baru

Intensitas penduduk bisa memicu gelombang kedua Covid-19 dan munculnya virus korona jenis baru. Aturan mudik harus diperketat dan arus dan alurnya mesti segera diperbaiki.
Dalam sehari ratusan orang di India meninggal dan dikremasi akibat Covid-19. (Foto: Sajjad Hussain/AFP/Getty Images)

India menjadi peringatan bagi dunia bagaimana bahaya gelombang kedua Covid-19. Tak cukup sebulan, ia sudah menjadi negara kedua di dunia untuk jumlah kasus terbesar. Ratusan orang lebih meninggal setiap jam, kekurangan ventilator, sampai warga setempat menebang pohon-pohon di taman kota untuk menggelar kremasi. Peristiwa mencekam itu terjadi setelah otoritas kesehatan negeri itu mengatakan bahwa pandemi terkendali dan kekebalan komunitas muncul.

Sebelumnya, India sempat dipuji karena berhasil mengendalikan pandemi dari puncak kasusnya pada September tahun lalu jadi melandai sampai Februari kemarin. Itu yang membuat para pejabat publiknya cukup percaya diri untuk melonggarkan pengetatan pergerakan masyarakat dan buru-buru menghidupkan kembali perekonomian.

Bulan Maret mereka mulai sibuk. Lima negara bagian memulai pemilihan umum. Banyak politisi, termasuk pimpinan partai dan Perdana Menteri India menggelar demonstrasi politik secara akbar. Mereka telah menyusun jadwal kunjungan ke basis-basis pemilih. Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) India telah menerbitkan pemberitahuan pelarangan untuk aksi tersebut, tetap saja politisi tak hirau.

KPU tak berani menindak partai-partai itu secara langsung. Sikap tegas baru bisa diambil beberapa minggu setelahnya itupun masih membolehkan pertemuan publik tidak lebih dari 500 orang.

Selain politisi keukeuh melakukan safari politik yang tentu kebablasan, seremoni keaagamaan di sana juga ikut menyumbang melonjaknya kasus Covid-19. Jutaan umat Hindu berkumpul di sekitaran Sungai Gangga merayakan Festival Kumbh Mela, pada 14 April. Mereka datang tanpa masker dan berjejalan berendam di sungai.

Alhasil, negara itu mencatat rekor dunia peningkatan kasus secara berturut-turut dalam empat hari. Pada 25 April, mereka melaporkan sebanyak 349.691 kasus dengan 2.767 kematian baru. Total kasus, sampai Selasa kemarin, sudah melewati 20 juta dengan total jumlah kematian 222.408 orang–kasus yang meninggal harian mencapai 3.449 orang.

Awasi Arus Mudik

Mendekati mudik lebaran, lonjakan kasus bisa terjadi karena pergerakan manusia akan intens. Aturan pelarangan mudik di Indonesia berlaku mulai Kamis, 6 Mei, sampai 17 Mei. Pemerintah memberlakukan aturan tambahan berupa pengetatan perjalanan dua minggu sebelum tanggal 6 dan satu minggu setelah pengetatan. Namun pengetatan sebelum mudik nampak tak berlangsung seperti yang diharapkan. Bejibun orang tumpah ruah di mana-mana: di pasar-pasar, di mal-mal, di acara bazar baju bekas, dan lain-lain.

Melihat situasi itu, peningkatan tes harus dilakukan. Jika lengah, Indonesia harus bersiap menghadapi gelombang kedua wabah Covid-19, yang tentu saja, akan datang dengan mencekam dan terasa tiba-tiba. Seperti di India hari ini.

Sampai H-1 pelarangan mudik masih banyak calon penumpang memenuhi antrean di Bandara Soekarno Hatta, Rabu (5/5/2021). (KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Merujuk jumlah penduduk Indonesia yang sebanyak 270 juta, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai jumlah testing di Indonesia idealnya harus mencapai 200 sampai 300 ribu orang perhari. Data testing per 5 Mei 2021, memperlihatkan total spesimen yang diperiksa sebanyak 75.885, khusus testing dengan antigen sebanyak 29.997 spesimen; sementara total orang yang diperiksa 51.536, untuk antigen sebanyak 24.746 orang. Hari ini yang terkonfirmasi positif 4.369 orang.

Kalau menghitung secara sederhana kemampuan pelacakan hari ini dengan membagi total orang yang diperiksa dan terkonfrmasi positif, maka dari satu kasus yang bisa dilacak sampai sebelas orang. Ini tentu terlepas dari gap kasus harian. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, sampai awal Januari kemarin, mengakui bahwa sistem pencatatan data masih belum bisa dilakukan secara real time. Sebab, data dari daerah masih sering terlambat diverifikasi.

Tingkatkan Uji dan Lacak

Kemampuan pelacakan Indonesia dari November 2020 sampai Februari 2021, sesuai dengan keterangan Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19, Dewi Nur Aisyah, untuk satu kasus baru bisa melacak ke tiga orang kontak eratnya.

Sementara itu menurut Ahli Genetika Molekuler dan Biokimia dari Kalbe Farma, Halida P. Widyastuti, dalam webinar yang diselenggarakan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada Senin, 26 April, kemampuan pelacakan di Indonesia masih berkisar sampai delapan orang per satu kasus. Tentu itu jauh dari standar WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), yaitu 25 orang dari tiap satu kasus.

Jika dibandingkan dengan Brazil, rata-rata tes hariannya mencapai 350 tes per sejuta penduduk dari 14 juta kasus kumulatif. Amerika Serikat hampir 10 ribu tes per sejuta orang. Sedangkan Indonesia jika dirata-ratakan baru melakukan 160 tes per sejuta penduduk setiap hari, dari 1,6 juta kasus kumulatif.

Kalau testing sampai bablas juga, selain peristiwa gelombang kedua Covid-19 yang menanti, para epidemiolog juga mewanti-wanti munculnya varian baru dari SARS-CoV-2.

Kemampuan dasar virus adalah bermutasi, tak terkecuali SARS-Cov-2. Selain faktor genetika dari virus, salah satu pemicu terjadinya mutasi ialah intensitas pergerakan manusia.

Salah satu isu yang menjadi perhatian di India adalah varian baru virus korona. Varian B.1.1.7 yang pertama kali diidentifikasi di Inggris, sekarang menjadi varian dominan di negara bagian Punjab, India. B.1.1.7 ditengarai memiliki kemampuan antara 40 sampai 70 persen lebih menular dan lebih mematikan dari jenis awal virus.

Jenis lain, B.1.617, telah menjadi varian yang banyak ditemukan di negara bagian Maharashtra. Varian ini juga disebut mempunyai kemampuan menular yang tinggi karena memiliki dua sifat fisik. Varian ini dijuluki “mutan ganda”.

Virus Korona Baru Sudah Ada di Indonesia

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan di situs SehatNegeriku, varian B.1.617 yang berasal dari India ini sudah ada di Indonesia. Satu kasus di Kepulauan Riau, dan satu kasus di DKI Jakarta, dari seorang warga negara asing yang baru tiba dari India. Saat ini dirawat di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta.

Varian B.1.1.7 juga sudah ada di Indonesia dengan 12 kasus, yakni di Sumatera Utara dua kasus, Sumatera Selatan satu kasus, Banten satu kasus, Jawa Barat lima kasus, Jawa Timur satu kasus, Bali satu kasus, dan Kalimantan Timur satu kasus.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat peredaran varian ini di kawasan Asia Tenggara meningkat sampai 49 persen.

Satu varian lagi yang sudah ada di Indonesia berasal dari Afrika Selatan: B.1.351. Varian ini ditemukan dari seorang pria berusia 48 tahun di Bali. Spesimennya diambil pada 25 Januari 2021. Si pasien lalu meninggal pada 16 Februari 2021.

Menurut WHO, virus ini salah satu yang berbahaya dan masuk dalam kategori yang patut diwaspadai. Selain karena dampak yang parah, virus ini bisa melemahkan efektivitas vaksin.

Masih ada beberapa varian virus lain, misalnya P.1 yang terindentifikasi awal Januari 2021 pada pelancong dari Brasil. Spesimennya diuji saat masuk bandar udara di Jepang.

Varian yang juga diwaspadai oleh WHO ialah B.1.427 dan B.1.429, pertama kali diidentifikasi di California pada Februari 2021.

Varian Inggris, Afrika Selatan, Brasil, dan India juga telah bermutasi. Satu mutasi, yang disebut N501Y, mempunyai kemampuan menginfeksi dan menyebar dengan cepat. Varian Afrika Selatan dan Brasil juga bermutasi, yang disebut E484K, yang dapat membantu virus kebal dengan antibodi.

© 2021 SPEKTATOR, segala hak dilindungi Undang-undang.