Saran #03 kepada Media Massa.
Kata ‘bekas’ bila disampaikan kepada “orang terhormat” dianggap kasar, sehingga dicari pengganti: mantan. Karena pacar juga terhormat, kita menyebut “mantan pacar.” Kalau putusnya dibarengi sakit hati, ada yang menolak, “ia bukan mantan, ia bekas.”
Proses mengurus jenazah yang diduga atau terkonfirmasi positif Covid-19, mesti dilakukan dengan cara terhormat dan aman. Tata cara yang lazim dilakukan menurut agama dan kepercayaan tak bisa penuh dijalankan. Mereka yang mengurus jenazah jangan pula menyusul menjadi pasien.
Organisasi-organisasi internasional yang melakukan respons terhadap wabah penyakit menyebut tim pengurus jenazah, dari membersihkan hingga mengubur, sebagai safe and dignified burial team. Tim pemakaman yang aman dan bermartabat.
Istilah itu asing dan terlalu panjang. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), muncul kata “pulasara”. Pemerintah mengucapkan istilah ini dan ditulis oleh media massa daring atau luring. Pemulasaran.
Penulisan dan pengucapan itu salah. Mestinya, ia ditulis dan diucapkan: pemulasaraan. Mungkin penulisnya juga paham, tapi kerap lupa menambahkan satu ‘a’ sebelum akhiran ‘an’. Penyunting dan pemeriksa ejaan di media massa ikut lupa atau lelah. Pengucapnya rumit lidah karena ada dua ‘a’ yang harus dibunyikan. Kita mengalihkan keputrian, keprabuan dan buruan menjadi keputren, keprabon dan buron, adalah demi mempermudah lidah. Tapi mengubah pemulasaraan menjadi pemulasaran dengan alasan lidah, keliru.
Di mesin pencari Google, setelah mengetik “pemulasaran”, muncul 277 ribu kata yang persis. Berarti terjadi paling sedikit 277 ribu kali kesalahan penulisan. Hampir semua situs berita menuliskan tanpa akhiran ‘an’. Pemulasaran. Cek saja Detik.com, Media Indonesia, Kompas.id, Tempo.co, hingga situs-situs resmi lembaga pemerintah dan rumah sakit.
Pemulasaran, bila dieja menjadi pe-mu-la-sa-ran, pemula-saran. Sebelum disampaikan suatu saran, atau sebelum saran disampaikan.
Perangkat lunak pemroses kata Microsoft Word dari paket Office 365, belum mengenali pulasara, memulasara atau pemulasaraan. Itu sebab, meski basis bahasa telah dipilih Bahasa Indonesia, ketiganya tetap diberi garis merah. Asing.
Kata dasar pemulasaraan (yang ditulis dan diucapkan ‘pemulasaran’ itu) adalah pulasara, artinya urus atau pelihara. Diberi awalan pe- dan akhiran -an, ia menjadi pemulasaraan. Menurut KBBI, pemulasaraan berarti proses, cara, perbuatan memulasarakan. KBBI memberi contoh penggunaan: pemulasaraan jenazah.
Barangkali sejak itu, kata pulasara, pemulasaraan, identik dengan proses mengurus atau memelihara jenazah.
Dari mana kata pulasara berasal, bisa dilacak dari bahasa Sunda, Jawa dan Sanskerta (san-sker-ta). Dalam bahasa Sunda, artinya sama seperti dijelaskan KBBI, yakni memelihara. Tidak harus terkait dengan jenazah. Apalagi memelihara mayat merupakan kegiatan yang jarang dilakukan.
Dalam bahasa Jawa, pulasara (pulosoro), punya arti yang bertolak belakang dengan Sunda, yakni aniaya, sengsara. Meski Jawa banyak mengambil istilah Sanskerta, pengertian pulasara dalam bahasa yang digunakan kesusastraan Hindu Kuno itu beda. Maknanya adalah kesempurnaan.
Pulasara dalam sastra Hindu Kuno ditemui sebagai nama seorang raja. Ia, Raja Pulasara—sering ditulis Parasara—adalah kakek dari Pandu Dewanata. Nama Pandu akrab dikenal penikmat cerita wayang. Pandu yang beristri Dewi Kunti dan Dewi Madri, merupakan ayah dari Pandawa.
Kocapkacarita, tersebutlah kata yang sulit diucapkan dan kerap luput dituliskan secara lengkap. Pemulasaraan. Ketimbang ribet, tulis saja: mengurus jenazah. Kecuali diingat terus: pemulasaraan, pemula-sara-an, pe-mu-la-sa-ra-an. []
Sumber foto: KOMPAS.COM/DEAN PAHREVI – Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.
[Saran 01]
[Saran 02]