Sepulang Selebrasi McD Sarinah, Biar Afdol Dengar Lagu Isolation

Selebrasi penutupan McDonald’s Sarinah jadi bukti kesabaran untuk tenang di rumah memang kurang. Bila #dirumahaja sulit, coba dengarkan lagu-lagu Isolation, mungkin bisa betah di rumah.
Mengenang pentupan McDonald's Sarinah yang sudah 29 Tahun.

Minggu malam, 10 Mei 2020, ratusan orang berkerumun di pelataran Sarinah. Mereka datang melepas kenangan bersama McDonald’s yang sudah berada di sana 29 tahun. Ada perayaan bakar lilin. Di akhir, seseorang dengan lantang berteriak, “McDonalds’ Sarinahhhhhhh.” Kemudian diikuti dengan tepuk dan sorai huuuu dari kerumunan orang di depannya dan para pegawai McDonald’s lain yang berdesak-desakan di sampingnya.

Agak norak sih memang, di tengah-tengah wabah begini masih saja ada selebrasi. Apalagi penutupan McDonald’s di situ hanya karena gedung Sarinahnya yang mau direnovasi. Lagipula cabang McDonald’s juga masih bertebaran di penjuru Tanah Air. Gerainya mirip, ayam dan burgernya, minuman sodanya juga sama. Cuma ya, bukan di Sarinah.

Untung saja ada kabar yang menggembirakan, kata Associate Director Communication McDonald’s Indonesia, Sutji Lantyka di TVOne, kalau tidak akan ada pemecatan karyawan. Mereka, sebanyak 112 orang, akan disebar ke berbagai gerai McDonald’s di Jabodetabek.

Tapi yang perlu diwaspadai, semoga saja perayaan McDonald’s tidak menjadi klaster Covid-19 yang baru. Memang cuma ratusan orang, tapi kalau satu di antaranya ada yang dihinggapi virus, bisa ke mana-mana. Tak hanya itu, kerumunan kemarin malam menandakan kalau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memang belum maksimal. Kesadaran orang-orangnya dan pengawasan pemerintahnya. Selebrasi penutupan McDonald’s Sarinah membuat isolasi mandiri jadi relevan.

Memang agak sulit. Misalnya, di depan Pasar Johar Baru, sudah tahu ada pos jaga, masih saja ada remaja tanggung dan tak tanggung yang berboncengan tiga orang naik motor. Padahal, jelas tertulis di plang tengah jalan: Setiap kendaraan jumlah penumpangnya maksimal setengah dari kapastitas. Artinya kalau motor ya sendiri, tidak berboncengan.

Jangan tanyakan mereka pakai helem atau masker. Bisa dikira-kira. Mereka serempak nyengir pula ke arah pos penjaga. Kalau penjaga terlewat, mereka akan terbahak-bahak bahagia.

Buat kawan-kawan yang senasib sepenanggungan karena Covid-19, mengisolasi diri, menolak ajakan nongkrong mestinya absolutely.

Supaya isolasi kalian tetap afdol, jadikan beberapa lagu dengan judul Isolation sebagai teman agar masih bisa merasakan suasana tongkrongan. Memang lagunya tak menggambarkan situasi sekarang, tapi nuansanya cukup untuk “bercocokologi” dengan perasaan getir isolasi karena Covid-19. Namanya lagu tetaplah lagu, bisa dimaknai dengan situasi apapun, meski berpuluh tahun kemudian.

John Lennon – Isolation

Sekadar mengingatkan, aktor Johnny Depp baru saja membuat akun Instagram. Beberapa waktu lalu, dalam satu unggahannya, ia meng-cover lagu Isolation-nya John Lennon bersama gitaris masyhur, Jeff Beck. Tak banyak yang berubah kecuali aransemen melodi gitar Jeff yang begitu lirih. Sementara Johnny menyanyi dengan dalam sekali. Lagu itu sebagai ajakan untuk sabar berdiam dalam rumah dikarenakan pandemi Covid-19.

Baca juga: Musisi di Media Sosial, di Tengah PSBB yang Belum PSBB Amat

Isolation dibuat John Lennon setelah The Beatles bubar. Saat dirinya menjalani satu fase kehidupan seorang selebritas yang–barangkali klise–jenuh dengan ketenaran dan bingung bagaimana hidup menuntunnya nanti. Ia sampai pada fase tak mempercayai segalanya, dari Tuhan bahkan The Beatles.

Semua itu hanya konsep katanya. “I just believe in me, Yoko and me, and that’s reality,” liriknya di salah satu lagu dalam debut album solonya: John Lennon/Plastic Ono Band yang diberi judul God. Ia juga mulai melibatkan diri pada kampanye perdamaian dunia.

Album ini disiratkan secara tegas–kadang subtil. Keberadaan Yoko Ono tak bisa dikesampingkan. Menurut Richard Havers, penulis musik juga pendiri Udiscovermusic, ada campur tangan Yoko dalam setiap penulisan lagu. Kalau kata majalah Rolling Stone, ini jadi awal John Lennon melepas kulit The Beatles-nya.

Masa-masa itu terjadi sekitar 50 tahun lalu, saat Lennon berusia 29 tahun. Ia merilis John Lennon/Plastic Ono Band, yang  direkam pada 26 September sampai 23 Oktober 1970. Album yang mengejawantahkan tentang totalitas hubungannya bersama Yoko Ono dan bagaimana cara dia melihat hidup. Lagu Hold On, Love, dan Isolation, menegaskan sikap itu.

Dalam Isolation, Lennon mengisahkan dua pemuda–ia dan Yoko Ono, istrinya–yang dianggap oleh banyak orang memiliki segalanya. Bisa melakukan apa saja untuk terus bersenang-senang. Anggapan seperti itu membuat mereka terasing–terisolasi. Lennon coba menjelaskan posisinya dalam lagu bahwa semua orang tak ada beda, sama-sama merasakan ketakutan.

“Kami takut kesendirian,” keluh Lennon.

Pada bagian lain, ia berusaha menjelaskan ketakberdayaannya, “kami hanya dua bocah yang mencoba mengubah dunia.”

Laiknya keluhan bocah yang ragu dengan sekeilingnya, Lennon merasa semua orang di dunia ini membenci dan mencoba menjatuhkannya.

Di akhir, rupa-rupanya ia lebih memilih jadi anak yang bijaksana. Tak menyalahkan mereka-mereka yang membuatnya terisolasi, karena ia merasa semuanya sama: korban dari kegilaan dunia.

Joy Division – Isolation

Kegilaan dunia oleh John Lennon itu, diterjemahkan oleh Joy Division sebagai sebuah kegetiran. Lagu Isolation-nya mencekam.

Irama drum Stephen Morris membuka lagu, menuntun temponya, disusul betotan bass Peter Hook–meskipun bass Peter yang tebal menggulung dan menusuk adalah murni miliknya. Tapi, seperti yang dijelaskan Genius.com, bassline itu sebenarnya terjemahan dari garis sintesizer Bernard Sumner.

Setelah ketiga instrumen itu mulai menyatu, barulah Ian Curtis masuk dengan lirik. Lagu ini memperlihatkan penyerahan diri Ian Curtis. “Aku melakukan yang terbaik yang aku bisa.”

Dan sepertinya ini menjadi satu tanda atas tragedi bunuh dirinya kelak.

Curtis menikah pada umur sembilan belas, bersinar dalam kancah punk pada usia 22 tahun, mengakhiri usia di 23 tahun, pada 18 Mei 1980. Ia gantung diri di kediamannya, di Barton Street, Cheshire, Inggris. Semuanya berakhir meski belum selesai.

Ia dan Joy Division menjadi awal sebuah era post-punk yang muncul secara mengejutkan dan berhenti dengan mengagetkan. Mereka kemudian dimistiskan. Saat-saat musik sedang berkembang, ketika disko dengan cepat menuju rap dan hip-hop; funk menggeliat; punk menjadi post-punk. Demikian pula album Closer, menjadi lompatan ke titik penyerahan dari album Unknown Pleasures.

Lagu Isolation masuk dalam album Closer. Album yang ditulis dalam masa-masa kritis Curtis dan dirilis dua bulan sebelum kematiannya. Ia menyanyikan liriknya dengan sungguh dingin.

“Hati-hati dengan sebuah alasan ….. dari orang lain yang peduli pada diri mereka sendiri.”

Di ujung lagu, ketika Curtis menyanyikan kata “Isolation” secara berulang, tiba-tiba semuanya berhenti, lebih tepatnya: putus. Lalu muncul lagi dengan berisik, berupaya menyambung instrumen sebelumnya. Sebentar saja. Dan lagu selesai.

Album Closer seperti sebuah curhatan perasaan Curtis tentang  “ada yang sakit tapi bukan luka”, yang dia alami saat melawan depresi dan epilepsi.

Stephen Morris (drumer Joy Division) menceritakan pada NME bahwa waktu itu masih banyak yang belum tahu tentang epilepsi, ditambah ada stigma yang diberikan. “Ketika Ian mengalami depresi, Anda mungkin cuma berkata ‘tenangkan dirimu, kamu akan baik-baik saja’, seolah-seolah Anda tidak melihat ada sesuatu yang salah,” katanya.

Begitu pula di masa pandemi sekarang. Ketika kena PHK, event tertunda, berjualan tak bisa, sampai tak tahu besok bisa makan atau tidak, seperti kata Morris, mungkin dari kita ada yang “seolah-olah…”

Baca juga: Mereka yang “Tak Lugu” Yakin, Memecahkan Konspirasi Bisa Menyelesaikan Pandemi

Joy Division membawa yang “seolah-olah” itu ke dalam, antara, pasrah dan berserah. “Ini adalah satu hadiah keberuntunganku,” kata Curtis di akhir lirik Isolation.

Ia melihat keindahan yang subtil dalam sebuah isolasi.

Alter Bridge – Isolation

Keindahan dalam keterisolasian juga dirasakan band rock dari Orlando, Alter Bridge. Satu single di album ketiganya–AB III–berjudul Isolation menunjukkan kondisi itu. Isolasi dilihat sebagai tempat menemukan jalan lain. Sebuah kesembuhan baru.

Alter Bridge adalah band yang dibentuk oleh tiga personil Creed–yang moncer melalui lagu One Last Breath. Tiga personil itu ialah Mark Tremonti (gitar utama, penyanyi latar), Brian Marshall (bas), dan Scott Phillips (drum). Mereka kemudian mengajak Myles Kennedy untuk mengisi posisi penyanyi utama. Tremonti tertarik dengan vokal Kennedy yang range-nya mencapai empat oktaf. Akhirnya secara resmi, Alter Bridge terbentuk pada Januari 2004.

The Guardian bilang, Alter Bridge adalah band “modern-rock” yang memadukan metal dan rock klasik. Ditambah vokal Kennedy yang kadang-kadang seperti Ian Gillan (Deep Purple), lalu pada titik tertentu seperti Chris Cornel (Soundgarden) atau Eddie Vedder (Pearl Jam).

Mungkin terdengar berlebihan menyamakan Kennedy dengan ketiga penyanyi itu. Di Isolation, suara Kennedy tidak seberat dan sekasar mereka. Meski terkesan lebih agresif dan memang secara musikal, lagu itu dibangun dengan unsur-unsur speed metal dengan melodi yang kentara.

Isolation menduduki puncak tangga lagu Billboard Mainstream Rock, selain di Bilboard Rock Song (posisi 5). Sampai ke Canadian Active Rock, Isolation menduduki posisi 16 di tangga lagu dan di UK Charts posisi sembilan.

Isolation Alter Bridge membawa cerita bahwa dalam kondisi terputus dari kehidupan sosial, justru menjadi momen penemuan untuk kebaruan hidup.

“Isolasi membawa Anda sampai akhir, sampai kamu mencintai lagi,” bait chorus-nya.

Baca juga: Mengapa Pembatasan (Justru) Bisa Keliru?

Iggy Pop – Isolation

Jauh sebelum Alter Bridge menyarankan ke dalam penemuan sampai akhir, sudah ada Iggy Pop yang menyerukan hal itu dalam Isolation miliknya. Lagu yang pernah ditujukan untuk album The Idiot dengan judul What In The World, masuk ke dalam album Blah Blah Blah. Album ketujuh Iggy Pop yang  dirilis pada Oktober 1986 oleh label A&M, direkam akhir April-Mei, di Mountain Studios, Montreux, Swiss.

Blah Blah Blah tidak lepas dari masa-masa isolasi Bowie dan Pop di Greenwich Village di Schöneberg, Berlin pada pertengahan tahun 70an. Lima lagu dalam album dibantu oleh Bowie.

Bowie mendorong Pop untuk sadar dengan apa yang dimiliki. Tak perlu bersikap mencari perhatian dengan keanehan musik dan cara bernyanyi. Pop harus tetap mempertahankan nadanya. Mempertahankan karakter suara baritonnya. Suara orang dewasa antara bass dan tenor–rendah dan dalam, alih-alih sangau. Meski pengaruh Bowie cukup terasa, untuk lagu Isolation, Pop mengaku kalau kompisisi melodinya ia temukan sendiri.

Iggy Pop seorang starman–jika meminjam judul lagu Bowie. Ia yang meretas batas penonton dan penampil. Pop sudah berumur 70-an tahun, dan tak ada yang lupa aksinya pada tahun 1970. Saat tampil bersama bandnya, Iggy and The Stooges, dengan rambut lurus pendek tak terurus, seperti digunting asal-asalan. Mengenakan jins biru ketat dan sarung tangan panjang warna perak. Otot tubuhnya mencolok.

Pop berjingkrak sana-sini, menekuk-nekuk pinggulnya, lalu tiba-tiba merayap di lantai, dan berjalan dengan lutut seperti bayi. Aksi paling fenomenalnya saat itu, ketika ia menjatuhkan tubuhnya ke kerumunan. Pada satu potret, ia diangkat dan berdiri di atas tangan-tangan penonton, kemudian berpose. Satu tangannya menunjuk lurus ke depan.

The New Yorker mengutip pendapat Mendiang Lester Bangs, kritikus musik, yang menulis untuk Rolling Stone dan Creem, dalam essainya berjudul, Of Pop and Pies and Fun, mengatakan kalau penampilan Iggy Pop di Cincinnati Pop Festival waktu itu, menunjukkan bagaimana punk rock dimulai. Karena itu banyak yang menyebut Iggy Pop sebagai Godfather-nya punk, yang lain juga menjulukinya–mungkin lebih hiperbol–sebagai “anak baptis” punk.

Sabdanya dalam Isolation mungkin yang paling menggambarkan nuansa isolasi dalam situasi pandemi sekarang.

”Banyak yang harus dilakukan, banyak yang harus dikatakan, hidup yang dimiliki musti terus dijalani, di sini aku tegar dalam isolasi”

– lirik penutup Pop.

© 2021 SPEKTATOR, segala hak dilindungi Undang-undang.