Sebelum Vaksinasi

Sebaiknya jangan terlalu percaya bahwa vaksin akan tersedia--bahkan--awal tahun depan. WHO sendiri ragu.
Kandidat vaksin Covid-19 (Gambar dari: https://www.plataformamedia.com/wp-content/uploads/2020/06/covid.19-oxford-vacina.jpg)

Saat ini vaksin menjadi satu-satunya peluang yang diyakini dapat membawa ke kenormalan sediakala, karena itu pre-order vaksin terus bergulir. Setiap negara membangun hubungan bilateral dengan negara produsen calon vaksin Covid-19 untuk mengamankan jatahnya.

Pada pertengahan Agustus, Amerika Serikat mengamankan 800 juta dosis dari enam produsen vaksin dengan syarat negara itu akan membeli sekitar satu miliar dosis. Sebanyak 27 negara Uni Eropa membentuk Aliansi Vaksin Inklusif Eropa (IVA) untuk mengurus segala macam perjanjian dengan produsen. Mereka mendapat kesepakatan untuk 400 juta dosis. Jepang pun mengamankan ratusan juta dosis.

Inggris, pada Juli lalu, menandatangani kesepakatan untuk 90 juta dosis: 60 juta dosis vaksin Valneva dan 30 juta dosis vaksin BioNtech/Pfize. Kesepakatan 100 juta dosis juga didapatkan Inggris dari Universitas Oxford yang sedang dikembangkan oleh AstraZeneca.

Inggris bisa jadi negara yang cukup taktis membeli vaksin karena telah mengamankan tiga jenis calon vaksin yang berbeda: pertama, vaksin yang dibuat dengan menggunakan versi tidak aktif dari virus korona; kedua, vaksin yang dibuat dengan menggunakan materi genetik virus korona; ketiga, vaksin yang dibuat menggunakan protein sintetis yang meniru protein virus. Selain itu, Inggris menjadi pembeli per kapita tertinggi di dunia, dengan 340 juta pembelian: sekitar 5 dosis untuk satu orang.

Bagaimana Indonesia?

Pemerintah Indonesia berupaya mengamankan jatah vaksin sebanyak 290 juta sampai akhir 2021. Hal itu disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas terkait penanganan Covid-19, Senin, 24 Agustus. Akhir tahun ini, pemerintah Indonesia mengupayakan ketersediaan vaksin bisa mencapai 20 sampai 30 juta dosis. Penyediaan vaksin dilakukan melalui PT Bio Farma yang bekerja sama dengan perusahaan biofarmasi dari Tiongkok, Sinovac Biotech Ltd.

Selain itu pemerintah Indonesia juga mendapat komitmen dari pemerintah Uni Emirat Arab sebanyak 10 juta dosis untuk memenuhi kebutuhan sampai akhir tahun 2020. Indonesia mewakilkan kerja sama itu kepada PT Kimia Farma.

Sudah barang tentu negara-negara di dunia akan saling berebut vaksin, yang diuntungkan sudah pasti negara kaya. Gavi, penyandang dana vaksin yang berbasis di Jenewa untuk negara-negara berpenghasilan rendah, bersama dengan Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memelopori sebuah gerakan supaya vaksin bisa terdistribusi ke setiap negara utamanya ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Mereka menyebutnya Fasilitas Akses Global Vaksin COVID-19 (Fasilitas COVAX).

Fasilitas COVAX memastikan jika ketaksanggupan negara untuk membeli tidak menjadi penghalang mendapatkan akses vaksin. Misalnya, dalam upaya meningkatkan produksi vaksin 2 miliar dosis, COVAX  akan mengamankan satu miliar untuk 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah yang bergabung ke dalam COVAX, satu miliar lagi untuk negara kaya. CEPI memperkirakan jika dari 113 produsen yang memproduksi komponen vaksin berjalan dengan baik, kapasitas produksi bisa menjadi 2 hingga 4 miliar dosis pada akhir 2021.

Indonesia dalam COVAX

Kini 172 negara sudah bergabung dalam COVAX. Sebanyak 80 negara berpenghasilan tinggi membiayai ketersediaan vaksin dari anggaran keuangan publik mereka sendiri. Lalu, 92 negara berpenghasilan rendah dan menengah (termasuk Indonesia di dalamnya) dibantu melalui COVAX Advance Market Commitment (AMC), sebuah instrumen pembiayaan yang ditujukan untuk mendukung partisipasi 92 negara itu dalam COVAX, dan memenuhi target pendanaan vaksin.

COVAX AMC telah mengumpulkan lebih dari 600 juta dolar AS (8,9 triliun rupiah) dari pendonor perorangan dan perusahaan swasta. Target semula yang dibutuhkan untuk pembiayaan awal produksi vaksin sampai akhir 2020 sebesar 2 miliar dollar AS (29,6 triliun rupiah).

Berdasarkan daftar kandidat vaksin yang dirilis oleh WHO, tanggal 3 September 2020, ada 34 kandidat vaksin dalam tahap uji klinis, 9 di antaranya sudah tahap uji fase ketiga. Selain itu, 142 kandidat vaksin lain sedang dalam tahap uji pra-klinis. Dari sekian kandidat vaksin itu, ada sembilan yang sedang dievaluasi untuk COVAX.

Tabel 1.1 Daftar Kandidat Vaksin Covid-19 Fasilitas COVAX

No.Pengembang vaksinTahap klinis
1Inovio, Amerika SerikatFase I/II
2Moderna, Amerika SerikatFase III
3CureVac, JermanFase II
4Institut Pasteur/Merck/Themis, Prancis/Amerika Serikat/AustriaFase I
5AstraZeneca/Universitas Oxford, Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia UtaraFase III
6Universitas Hong Kong, CinaPra-Klinis
7Novavax, Amerika SerikatFase II
8Biofarmasi Semanggi, CinaFase I
9Universitas Queensland/CSL, AustraliaFase I

Mengapa perlu COVAX?

Selain memastikan alokasi vaksin, COVAX juga penting untuk menekan harga vaksin agar tak melonjak terlampau mahal. Jelas kalau harga vaksin akan bervariasi. Amerika Serikat, merujuk perjanjian pembeliannya, seperti yang dikutip dari Nature.com, membayar kurang dari 4 dolar per dosis untuk vaksin AstraZeneca, dan membayar 25 dolar per dosis untuk vaksin Moderna. Bahkan harga vaksin diperkirakan akan mencapai 40 dollar. Meski begitu, Kepala Eksekutif aliansi vaksin GAVI, Seth Berkley, belum bisa memastikan harga terendah dan tertinggi dari vaksin, baik untuk negara kaya dan miskin yang tergabung dalam COVAX.

Kolaborasi antara Serum Institute of India (SII), GAVI, dan Bill & Melinda Gates Foundation untuk kandidat vaksin AstraZeneca ataupun Novavax, awal Agustus lalu, mengumumkan jika mereka berhasil mencapai target 100 juta dosis pada bulan itu, maka penjualannya bisa berada di angka 3 dollar AS. Harga ini akan diberikan kepada negara yang berpenghasilan rendah dan menengah yang tergabung ke dalam COVAX.

Tabel 1.2 Daftar Harga 8 Kandidat Vaksin Covid-19

NoPengembang vaksinHarga per-dosis
1Astrazeneca/University of OxfordUSD $ 4 (Rp 58.400)
2Johnson & JohnsonUS $ 10 (Rp 146.000)
3BioNTech/Fosun Pharma/PfizerUS $ 20 (Rp 292.000)
4Moderna/NIAIDUS $ 32 (Rp 467.200)
5Wuhan Institute od Biological Product/SinopharmUS $ 145 (Rp 2,1 juta) *dua dosis
6Beijing Institute of Biological Products/SinopharmUS $ 145 (Rp 2,1 juta) *dua dosis
7SinovacUS $ 5-10 (Rp 72.500 – Rp 145.000)
8NovavaxUS $ 16 (Rp 236.063)

Harga vaksin juga berpengaruh ketika negara-negara yang sudah melakukan transaksi secara sendiri-sendiri dengan produsen sejak awal. Misalnya Brasil dan Indonesia, sudah mendapat kesepakatan untuk membeli jutaan dosis dengan vaksin yang sedang menjalani uji coba fase ketiga di negara masing-masing.

Brasil bersepakat dengan lima produsen: AstraZeneca, Sinovac, Pfizer, Johnson & Johnson, dan Sputnik V. Di Indonesia sendiri, uji coba fase ketiga untuk vaksin Sinovac sudah dimulai sejak tanggal 11 Agustus. Ada 1.620 orang yang jadi relawan di Bandung, salah satunya adalah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Para relawan sudah mendapatkan asuransi, dalam rentang 14 hari, vaksin disuntikkan dua kali ke tubuh relawan dan akan dipantau selama tujuh bulan.

Apa yang penting sekarang?

Jumlah dosis yang digunakan dalam setiap kali vaksinasi juga berbeda-beda. Moderna, Pfizer, dan Novavax, termasuk vaksin yang terdepan, diberikan dalam dua dosis. Johnson & Johnson sedang mengupayakan dengan satu dosis, demikian pula AstraZeneca.

Selain itu, vaksin biasanya bekerja jika ada bantuan adjuvan atau obat yang memberi dorongan pada sistem kekebalan. Umumnya orang yang lanjut usia akan membutuhkan adjuvan, karena sisitem kekebalan mereka menua, tidak merespons dengan baik terhadap imunisasi.

Adjuvan juga berperan meminimalkan dosis antigen yang dibutuhkan. Tapi ia juga reaktogenik atau reaksi berlebihan dari vaksin yang seringnya akan mengkibatkan demam. Adjuvan yang paling umum digunakan ialah aluminium hidroksida dan minyak parafin.

Dalam pengujian vaksin Novavax, menunjukkan vaksin bekerja dengan baik kalau dibantu memakai adjuvan. Sayangnya ketersediaan adjuvan tidak banyak.

Penemuan vaksin Covid-19 akan menjadi prestasi ilmiah yang sangat besar. Vaksin influenza yang paling cepat tersedia, 12 sampai 18 bulan dari waktu munculnya virus. Tapi jika berharap kalau vaksin bakalan ada pada akhir tahun ini atau awal bulan tahun depan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun tak yakin, bahkan hingga pertengahan tahun depan mereka masih ragu.

Saat ini empat jenis virus korona sudah beredar pada manusia, SARS-CoV-2 bermutasi. Mutasi yang terjadi pada protein Spike virus, yang mengakibatkan perubahan asam aminonya. Mutasi itu dilambangkan dengan seri D614G. Di Indonesia sudah dilaporkan 9 sekuens memiliki mutasi D614G.

Maka dari itu sebelum vaksinasi, penting untuk melindungi diri. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga antibodi terjaga. Kelak, ini pun penting, agar vaksin bisa bereaksi. []

Baca juga:

Bila “Virus Ini” Tak Akan Pernah Lenyap

Marah Sudah, Kapan Copot Terawan?

© 2021 SPEKTATOR, segala hak dilindungi Undang-undang.